Tugas Modul 1. 2.a.3: Refleksi Diri dan Nilai/Peran Guru
Penggerak
Assalamualaikum
bapak/ibu guru hebat. Pada kesempatan kali ini, saya akan menceritakan refleksi
diri mengenai peristiwa yang pernah saya alami saat masa pendidikan dulu.
Keadaan tersebut dapat dilihat pada Trapesium Usia Saya di bawah ini.
Berdasarkan trapesium di atas dapat
dilihat bahwa saya mengalami beberapa peristiwa baik positif dan negatif.
Peristiwa tersebut membentuk diri saya saat ini.
Tugas 1: Refleksi
1.
Peristiwa Positif dan Negatif Berdasarkan Trapesium Usia
- Peristiwa Positif
Saya lahir dan tumbuh di dalam keluarga yang sangat
sederhana. Ayah saya hanyalah seorang petani yang juga bekerja serabutan untuk
memenuhi kebutuhan keluarga. Ibu saya hanyalah ibu rumah tangga biasa, namun sesekali
juga bekerja membantu perekonomian keluarga dengan berjualan. Saya sangat
bersyukur dilahirkan dalam keluarga ini karena meskipun serba kekurangan, limpahan
kasih sayang kedua orangtua saya amatlah besar.
Berbicara masalah pendidikan, almarhum Ayah saya adalah sosok
yang paling berjasa. Usia 5 tahun 6 bulan, saya masuk sekolah dasar yakni SDN
152978 Pagaran, Sibolga, Tapanuli Tengah. Saat itu saya belum bisa membaca dan
menulis hingga wali kelas saya menulis di rapor saya catatan untuk orangtua
‘Tolong ajari anak ini membaca di rumah”.
Ayah saya yang saat itu bekerja sebagai satpam di sebuah
sekolah elite sangat memperhatikan hal ini. Beliau membawakan saya banyak
sekali buku bacaan, majalah, bahkan koran. Beliau setiap hari selalu membacakan
saya buku, mengajari saya mengenal huruf hingga saya mulai lancar membaca dan
mulai ketagihan membaca. Nilai sekolah saya mulai membaik seiring dengan hobi
membaca yang sudah melekat pada diri saya. Setiap waktu luang bahkan saat
sedang makan pun saya akan membaca. Orangtua saya tidak melarang bahkan semakin
sering membelikan saya banyak buku. Ketika ibu mengajak saya ke pasar, saya
tidak tertarik untuk membeli mainan. Saya malah meminta dibelikan
majalah-majalah bekas dari majalah anak kesukaan saya ”BOBO”.
Masa-masa SD saya lewati dengan bahagia, apalagi guru saya pada
saat itu Pak Torang Limbong adalah guru yang sangat inspiratif. Beliau mengajar
dengan sangat baik. Setiap pagi beliau akan memberikan kami quis berupa
pernyataan yang hanya perlu kami jawab dengan huruf B untuk benar dan S untuk
Salah. Lalu beliau menilainya, saya suka sekali mengerjakan quis itu karena
langsung dinilai oleh Pak Torang. Beliau mengajar kami tidak hanya ceramah
saja. Pernah beliau menugaskan kami mencari biji/benih dari tanaman-tanaman
dikotil dan monokotil ke sekolah. Saya dan teman-teman semangat sekali mencari
biji-bijian sehingga pasti akan memeriksa setiap benih yang kami temukan di
jalan untuk mengetahui apakah itu tumbuhan monokotil atau dikotil. Kami juga
pernah mengambil sampel air dari kolam yang membiru dan menatapnya lewat
mikroskop untuk melihat bakteri yang hidup disana.
Saya melewati masa SD yang bahagia dan masa SMA serta kuliah
yang juga positif. Di bangku SMA saya selalu mendapat peringkat satu dan selalu
menjadi juara umum. Saya juga sering mengikuti lomba olimpiade dan perlombaan
lainnya sebagai utusan sekolah. Seringkali saya memperoleh kemenangan di
tingkat kabupaten sehingga berkali-kali menjadi utusan kabupaten menuju
provinsi. Hanya saja di tingkat provinsi saya hanya 1 kali mendapat peringkat
juara IV. Ketika masa kuliah, nilai saya juga selalu baik, IPK saya selalu di
atas 3.00 hingga bisa menyelesaikan pendidikan selama 3 tahun 9 bulan dengan
predikat cumlaude. Jika ditanya apa
motivasi terbesar saya saat itu, jawabannya adalah orangtua. Saya tidak ingin
mengecewakan mereka yang telah bersusah payah banting tulang menyekolahkan
saya, sehingga dengan prestasi saya yang baik saya mampu mengukir senyum di
wajah kedua orangtua saya.
- Peristiwa Negatif
Ada
beberapa peristiwa negatif yang pernah saya alami, misalnya di SD saya pernah
mendapat nilai merah (5) untuk pelajaran Seni Budaya, karena saya tidak
menyelesaikan tugas membuat karya dari bambu. Saat itu saya juga tidak menceritakan
tugas itu pada orangtua saya karena saya lihat mereka sedang sibuk dan saya
mencoba berusaha sendiri dengan bekerjasama dengan teman. Namun karena hasil
lukisan saya tidak bagus di bambu itu saya pun tidak menyerahkannya pada guru.
Peristiwa negatif lain lebih banyak saya alami di jenjang SMP. Saat itu saya
masuk SMPN 3 Pandan. Saya masuk melalui jalur tes dan alhamdulillah dinyatakan
lulus. Namun, saat itu saya kurang maksimal dalam belajar karena saya belum
bisa beradaptasi dengan teman dan lingkungan baru. Guru-guru di SMP lebih galak
dan sangat disiplin. Saat itu saya memiliki seorang sahabat yang sangat pintar.
Teman saya ini sering memberikan contekan pada saya sehinggga saya malas untuk
belajar dan hanya mencontek saja. Alhasil ketika ujian sekolah, tempat duduk
saya dan sahabat saya dipisah sehingga saya hanya bisa melongo melihat
soal-soal ujian tanpa bisa menjawabnya.
Keadaan
itu semakin parah saat saya pindah sekolah. Saya dan ibu saya kembali ke
kampung halaman untuk merawat kakek dan nenek. Ayah tetap di Sibolga untuk
bekerja. Saat itu saya duduk di bangku kelas II SMP. Saya semakin tidak bisa
maksimal belajar karena saya sering merasa malu kepada teman-teman yang suka
mengejek nama saya yang ada marganya. Mereka tidak pernah mendengar nama Gulo
sehingga saya menjadi bahan bully teman-teman, apalagi saat itu ayah saya masih
di Sibolga sehinga saya tidak memiliki tempat untuk belajar. Guru di sekolah
juga lebih sering memberikan buku untuk dicatat dan kami harus menghafalnya.
Akhirnya saya mendapatkan rangking 22 dari 25 siswa.
Keadaan
mulai membaik pasca tsunami, saat itu ayah kembali ke Simeulue. Mulailah nilai
saya membaik karena setiap malam selalu belajar dengan ayah, hingga akhirnya
saya menamatkan SMP dengan nilai UN tertinggi di sekolah saya. Almarhum ayah,
selalu menyempatkan diri untuk menemani saya belajar setiap selesai magrib.
Bagaimanapun lelahnya, ia tidak pernah lupa menanyakan pelajaran saya di
sekolah. Ibu juga adalah sosok luar biasa dalam merawat saya, namu karena latar
belakang pendidikan ibu, ia tidak bisa mengajari saya seperti ayah. Saya hanya
belajar mengaji dengan ibu.
2.
Pihak yang Terlibat
Dalam kedua peristiwa tersebut. Pihak yang terlibat selain
saya adalah orangtua saya terutama ayah, guru di sekolah, teman sekolah, dan
lingkungan sekolah. Orangtua adalah motivator utama saya, selalu menguatkan,
memberi jalan dan tidak hentinya mendukung saya. Guru di sekolah di masa
positif juga banyak membantu saya belajar. Mereka mengajarkan saya ilmu yang
sangat bermanfaat hingga saat ini. Namun, ada juga guru di masa negatif yang
justru menjatuhkan semangat saya dengan hukuman dan kata-kata yang menyakitkan.
Teman sekolah ada yang menguatkan dan ada juga yang justru membuat saya
kehilangan semangat karena dibully. Lingkungan sekolah juga sangat berpengaruh,
lingkungan sekolah yang nyaman akan menciptakan rasa aman dan nyaman.
3. Dampak Emosi yang
Saya Rasakan Hingga Sekarang
Berdasarkan roda emosi Plutchik, saat mengingat kembali peristiwa itu saya
merasakan berbagai emosi, untuk peristiwa positif Saya merasa bahagia hidup di
keluarga yang harmonis dan penuh dengan kasih sayang, saya optimis karena
selalu disemangati oleh orangtua dan guru saya, saya tertarik dengan pelajaran
yang diberikan oleh guru, saya percaya akan penyampaian orangtua dan guru saya,
saya takjub melihat hal-hal baru yang saya pelajari, saya senang diberikan
apresiasi oleh guru dan orangtua setiap kali berhasil, dan saya gembira
memiliki teman-teman yang baik di masa SMA.
Untuk peristiwa negatif saya
merasa: kecewa kepada beberapa guru yang pernah menghukum saya dengan tamparan
hanya karena membaca komik saat jam pelajaran dan saya sedih karena pernah
merasa rendah karena diejek oleh teman.
4.
Mengapa momen yang terjadi di masa
sekolah masih dapat saya rasakan dan
masih dapat memengaruhi diri saya di masa sekarang?
Momen-momen tersebut masih saya rasakan dan bisa
mempengaruhi saya karena hal-hal tersebut sangat berkesan. Momen tersebut tidak
hanya dilihat, tetapi juga dirasakan oleh berbagai panca indra sehingga sulit
terlepas dari ingatan. Hal itu juga berdampak kepada kepribadian saya. Pengalaman
tersebut mendewasakan saya sehingga saya mengerti bagaimana kita harus memperlakukan
oranglain dengan baik, bagaimana kita beradaptasi melalui cobaan-demi cobaan,
bagaimana harus semangat dan optimis memperbaiki diri dan terus belajar, serta
menajdi pribadi yang kuat dan berani mencoba hal-hal yang baru.
5.
Pelajaran hidup yang saya peroleh dari kegiatan trapesium usia dan roda emosi, terkait
peran saya sebagai guru terhadap peserta didik saya
Dari kegiatan trapesium usia dan roda emosi saya dapat belajar
bahwa hidup ini selalu bergerak dinamis. Kita tidak selalu berada pada masa dan
masalah yang sama. Kita harus bisa beradaptasi dan berani menghadapi masa-masa
sulit agar kehidupan berjalan lebih baik. Saya juga belajar bahwa kita tidak
mampu bergerak sendiri, terkadang dibutuhkan dorongan dari orang-orang terdekat
kita untuk kita dapat bangkit. Terkait peran saya sebagai guru, saya akan
belajar menjadi guru yang mampu memberi motivasi. Guru yang tidak hanya
memberikan teori tetapi juga mmeberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar
dan menemukan sendiri lalu memberi penguatan akan pengetahuan tersebut. Satu
hal lagi, saya akan belajar menjadi guru yang penuh kasih sayang dan
kelembutan, bukan guru yang suka menghukum, memukul, dan menghakimi siswa.
6.
Bagaimana saya menuliskan
nilai-nilai yang saya yakini sebagai seorang Guru, dalam 1 atau 2 kalimat
menggunakan kata-kata: "guru", "murid",
"belajar", "makna", "peran"?
Guru sejati tidak hanya memaksa murid untuk belajar, namun juga menuntun murid untuk menemukan makna dari hal-hal yang dipelajari
karena guru sejati tidak hanya memiliki peran
sebagai pengajar namun juga pendidik yang akan membantu siswa menemukan
kebahagian dan keselamatan dalam hidupnya.
Tugas 2. Nilai dan peran guru penggerak
menurut saya
1.
Apa nilai-nilai dalam diri saya yang
membantu saya menggerakkan murid, rekan guru, dan komunitas sekolah saya?
Nilai-nilai yang saya rasa ada dalam diri saya adalah saya
adalah saya adalah pribadi yang senang berbagi dan berkolaborasi. Saya suka
berbagi ilmu yang saya miliki kepada rekan guru dan komunitas saya. Saya juga
selalu berusaha menunjukkan sikap positif di sekolah mulai dari berpakaian yang
rapi, tutur kata yang saya jaga, dan juga sopan santun karena saya yakin guru
adalah sosok yang akan menjadi tauladan murid sehingga semua tingkah laku kita
dapat ditiru oleh murid. Selama ini saya juga sering berkolaborasi dengan rekan
guru untuk berbagai kegiatan sekolah. Kami sering melaksanakan program-program
yang bermanfaat bagi peserta didik.
2.
Apa peran yang selama ini saya
mainkan dalam menggerakkan murid, rekan guru, dan komunitas sekolah saya?
Sebagai guru saya berperan sebagai pembimbing yang sering
mendampingi siswa dalam mencapai tujuan belajarnya. Saya akan mencari cara agar
mereka dapat memahami materi yang saya berikan dengan mudah. Saya suka belajar
hal-hal baru yang bisa meningkatkan pengetahuan saya mengenai siswa dan cara
menghadapinya.
Saat ini saya dipercayakan menjadi pimpinan sekolah. Amanah
ini berusaha saya emban dengan sebaik-baiknya. Saya menyadari bahwa saya masih
belum berpengalaman sehingga saya selalu membuka diri dan sering mengajak guru,
siswa, dan komunitas di sekolah untuk berdiskusi. Hasil masukan dari rekan
guru baik dari dalam dan luar sekolah akan menjadi landasan saya dalam menyusun
program-program sekolah. Saya selalu melibatkan semua warga sekolah sehingga
saya tidak pernah berjalan sendirian. Semua masalah kami hadapi bersama,
sehingga Alhamdulillah meski pemula, sekolah saya dapat terus memperbaiki diri
sehingga di rapor pendidikan yang baru saja terbit, Alhamdulillah semua
indikator sudah berwarna hijau. Semoga diri ini dapat terus menjadi pribadi
pembelajar sepanjang hayat dan bermanfaat bagi semua orang.