Lalu semburat usus-usus sungai yang terburai bermain-main dengan kecupan tanah liat
Ada gerimis yang menjuntai-juntai bergelantung pada setiap lekuk awan
menggoda, menarik-narik kelopak hingga tertutup kabur terkubur pekat malam
lalu di dadamu yang penuh dengan gundukan harapan
melambung bergoyang kesana kemari dipermainkan arus kehidupan
entah seberapa kuat kau menyangga agar harapanmu tak kuyu tersiram hujan
tetap saja ia akan jatuh menua bersama sayatan-sayatan waktu yang membuat keriput dadamu
kau lihat rambutmu yang panjang seakan jalan hitam mulus menantimu
namun tak kau sangka ujung jalanmu bercabang
hingga kau tak tahu menemukan jalan ke kiri atau kanan
jalanmu akan patah, entah engkau patahkan sendiri dengan tanganmu atau tangan orang lain yang menyerupai tanganmu
Ah,,tak kau sadari perihnya luka yang menjalar dari setiap lekuk jemari kakimu
Waktu selalu menyembunyikan pisaunya
Menunggu untuk mencabikmu atau mencabik dirinya sendiri