Senin, 06 Juli 2015

Harapan


Panas melekat bersama ubun-ubun bumi yang perlahan mengelupas
Lalu semburat usus-usus sungai yang terburai bermain-main dengan kecupan tanah liat
Ada gerimis yang menjuntai-juntai bergelantung pada setiap lekuk awan
menggoda, menarik-narik kelopak hingga tertutup kabur terkubur pekat malam

lalu di dadamu yang penuh dengan gundukan harapan
melambung bergoyang kesana kemari dipermainkan arus kehidupan
entah seberapa kuat kau menyangga agar harapanmu tak kuyu tersiram hujan
tetap saja ia akan jatuh menua bersama sayatan-sayatan waktu yang membuat keriput dadamu

kau lihat rambutmu yang panjang seakan jalan hitam mulus menantimu
namun tak kau sangka ujung jalanmu bercabang
hingga kau tak tahu menemukan jalan ke kiri atau kanan
jalanmu akan patah, entah engkau patahkan sendiri dengan tanganmu atau tangan orang lain yang menyerupai tanganmu

Ah,,tak kau sadari perihnya luka yang menjalar dari setiap lekuk jemari kakimu
Waktu selalu menyembunyikan pisaunya
Menunggu untuk mencabikmu atau mencabik dirinya sendiri 

Minggu, 05 Juli 2015

Hujan di balik Senja


Jelas sekali terbayang derik-derik yang kau kayuh
putih-putih berkelebat dalam senja
lalu peluhmu yang jatuh mencium tanah
membawakan aku tahu dan sejumput sambal merah
lalu kuhitung koin-koin yang gemerincing di balik peti pandora
kubilang tiap keping peluhmu untuk kubelikan sejumput kuaci atau es coklat tua esok hari
lalu, kaumulai bersenandung tentang hujan yang menjadikan kau gelisah karena tak pernah sampai ke sekolah
kau ulang-ulang hingga kuhapal setiap lekukan suaramu di balik bayang-bayang lampu merah
itu dulu, berpuluh tahun lalu
lalu? apakah kini berubah? tidak
kau masih dengan peluhmu, terseok-seok mengumpulkan tetesan keringatmu
untuk kau minumkan pada kami
lalu, ingin sekali kubelikan kau putih hitam berbungkuskan petak-petak untuk kau pakai menjumpai cahaya
hanya saja, maukah engkau memakainya walau tak selalu utuh untukku dan untuk-Nya