Kutelusuri jelujur waktu dari ujung kaki hingga pucuk rambutmu yang bermetamorfosis tanpa warna
Kubayangkan engkau menangis serak, berak, merangkak, hingga bengkak
Kubayangkan engkau dibuai, terbuai, hingga mampu membuai
ha...ha...ha...ha...ha....
Kukira baru sebentar jalinan merah jambu itu membelit, mengikat, dan membelenggu hatimu kawan
Ternyata berbilang musim sudah menetas, merambat, dan menguat bersama waktu
Tak sekejap kawan, hampir sewindu
Aku menggigil melihat mata yang ternyata sama dengan kelebat siluet senja
Aku meradang melihat senyum dalam balutan ungu yang selalu kau tampik itu
Aku tergugu akan rindu yang ia kirimkan berulang-ulang padamu
Ah....aku ingin tertawa, menertawakan, dan kemudian engkau tertawakan kawan
Aku menggelar syukur pada sang Maha Cinta karena mengijinkan waktu berkisah
Tapi ku sungguh sedih melihat senyum bungamu yang tentu akan layu jika kau tak berubah
Lucu sekali kawan,
Kau terus-menerus meneguk rasa pada laut yang memanggil dahaga
Mencoba-coba pada berbagai bunga yang engkau jumpa
Tak jemu-jemu bermain muka, menutupi dengan aksara selembut sutra
Tak lelahkah engkau kawan?

Tidak ada komentar:
Posting Komentar