Senin, 28 Desember 2015

Ia



Hari ini Kau uji ia
dengan sedikit sentilan yang membuat hidungnya merah
kemarin, Kau uji juga ia dengan sedikit tusukan yang membuat tangannya berdarah
kemarinnya lagi Kau uji ia dengan sedikit tamparan yang hampir membuat bibirnya luka
Ah, tak usah kubilang berapa kali Kau uji ia sebelumnya
tapi ia selalu bisa menyembuhkan diri
hampir tak berbekas
Apapun itu yang mereka torehkan padanya
Ia hanya luka, perih, mungkin tersayat, bahkan tercabik-cabik
Tapi ia selalu bisa menyembuhkan diri

Aku tak tahu betapa ajaib Kau ciptakan ia
Ia tak pernah bisa menahan luka berlama-lama
Ia akan selalu berusaha menghapusnya, mengobatinya secepat mungkin
Tentu berbekas, tetapi tidak padanya
Ia hanya sedikit meninggalkan jejak pada kenangan
yang tentu akan dirawatnya baik-baik

Ia sedikit pelupa kurasa
Tapi tentu pemiliknya bahagia jika ia terus menjadi pelupa
Kau tahu? ya Kau pasti tahu, karena Kau Sang Maha Mengetahui
Tadi ia sempat terluka, merasa iba karena sahabat baiknya tak memercainya
Ah, Kau tahu? kepercayaan itu mahal dan ia iba karena tak pernah menghianati kepercayaan itu
Lalu apa? Ah, mungkin si kawan malu atau tak siap untuk berbagi cerita
Lalu, perih itu pun sembuh, terobati oleh gelak tawa sore tadi, seketika ia Lupa

Aku hanya memiliki dia dan aku bersyukur
Ia yang tak hanya kuat menahan luka tetapi juga mampu memendam bahagia
Ia tak akan pikun soal kebaikan yang mereka toreh padanya
Sebiji padi, ia akan mengingatnya
terima kasih Allah, Kau telah ciptakan ia yang begitu indah
Akan selalu kujaga agar ia selalu bisa menyembuhkan luka :)


Rabu, 23 Desember 2015

Kepala Batu



Ingin rasanya kujitak kepala batumu itu berkali-kali
Kuantuk-antuk pada dinding rindu agar kau mengerti
Kau ingin aku seperti dia?
Tak akan!

Kau mau aku ikuti gayamu, nerimo, menunggu, pasrah
Tak ada jiwa juang dalam darahmu
Kau ingin instan? Kau pikir kau siapa?
Silahkan menunggu
Aku tak akan datang padamu
lalu kau hanya akan berkata
Tidak apa-apa semua sudah digariskan oleh-Nya

Kau mau menunggu hingga rasa ini terkikis habis?
Silahkan
Atau kau menunggu hingga mereka berhasil merebutnya darimu?
Silahkan
Kau tahu,aku sungguh tak perduli karena kepedulianku juga tak kau mengerti
Atau sebenarnya memang tak ada niat dalam kalbumu
yang terakhir ini yang mungkin bisa kupahami
Silahkan menjauh, sejauh mungkin, tempatkan dirimu sebagai dulu






Jumat, 18 Desember 2015

Bening



Kau lihat air bening itu dik?
Ia tak selamanya akan bening
Ada kalanya ia keruh karena hujan yang terlalu deras malam tadi
Atau membuih jika dasarnya bergolak karena gempa di jantung bumi
Pernah juga ia menghitam pekat karena limbah industri
Dan sekali-kali menghijau saat disengat matahari karena terlalu banyak plankton mengerubungi

Dik kau lihat air bening itu?
Pernahkah kau lihat ia menangis? 
Kau tahu Dik, ia tak selalu mengalir tenang 
Terkadang tangisnya pecah dihempas bebatuan karang
Raungnya akan kau dengar di ujung-ujung jurang
Terkadang ia hanya sesenggukan meradang
tersedu-sedu di balik batang-batang kayu tumbang

Ahh..
Dik, kau lihat air bening itu?
Maukah kau menjaganya untukku agar tetap bening?
Setidaknya jangan kau biarkan ia terlalu lama keruh
karena keruh akan membawa rapuh


Senin, 14 Desember 2015

Not You, Maybe!



Kubaca tatap matamu
Kueja senyummu
Kubilang tawamu
Kucari-cari jawab tanyaku di sela-sela rambutmu
Tak jua bertemu

Apakah aku gila oleh ilusi
kucubit lagi pipiku, tak sakit!
jadi ini semu?
Aku tak merasakan apa-apa? Bahkan getar"a?
Apakah ini bukan cinta?

Kutatap lagi si pemilik mata mencoba tersenyum yang dibalas senyum
tapi, tak ada getar disini, sama seperti sebelum-sebelumnya
Aku ternyata salah!
Sama sekali tidak ada apa-apa disini!
Tak ada!
Maaf jika terlalu lama menyadarinya
Kau tak pernah ada disini



Coklat?



Malam itu, ada biru dalam putih
tersenyum manis dan abadi sebagai pemain inti
dari sela-sela figuran ia menatapku garang dan bertanya "Kau siapa?"
Aku terdiam, beralih melepas putih

Malam itu, ada coklat dalam sebungkus jingga
Erat-erat kudekap, kuabadikan dalam berbagai pose, lalu kulepas
Coklat itu mungkin suatu saat akan pudar, akan hilang bentuk, remuk
Kutatap lagi, apakah aku yakin akan melepasnya?
Kutimbang dan kurasakan lagi setiap permukaannya
Kutelusuri setiap jengkal dalamnya
Lalu tanyaku terjawab

Tak akan ada merah jambu di antara susu putih dan secangkir kopi coklat





Sabtu, 12 Desember 2015

Ayah, Desember Datang Lagi!!



Dear Ayah..

Ayah..
Desember datang lagi
Tapi, datangnya tak seperti biasa
Dulu jika datang, ia pasti menyentil hidungku manja
Lalu berkata, kamu semakin dewasa ya,
Kamu mau kado apa?

Ayah, Desember datang lagi
Tapi kali ini berbeda ayah
Ia datang bersama luka
Sungguh Ayah
Aku tak pernah ingin dikunjungi Desember ini
Aku tak pernah ingin ada 2015 di hidupku

Ayah..
Desember datang lagi
Tapi kali ini ia menamparku ayah
Ia menyakitiku
Ia keras-keras berteriak padaku bahwa kini aku sendiri

Ayah..
Desember datang lagi
tentu tanpa menunggu ucapan ulang tahun yang tak pernah alpa kau nyanyikan untukku

Ayah
Desember datang lagi, dan aku tahu aku harus mengahadapi sakit ini
Sakit yang terus menerus datang sejak September itu

Ayah
Desember datang lagi mencekikku
Ia tak lagi baik ayah, ia tak lagi merangkulku manja

Ayah
Desember datang lagi
Aku hanya ingin engkau
Aku hanya ingin engkau di Desember ini ayah
Aku tak pernah ingin apa-apa
Aku tak mau mengharapkan apa-apa
Aku hanya ingin kau ayah

Ayah
Aku tak tahu harus berapa kali lagi kuucapkan
Desember datang lagi
dengan luka yang tengah kujahit dan kuobati ayah
Tapi ia tak kunjung sembuh

Ayah
Desember datang lagi dan kau ingin aku kuat?
Aku kuat ayah, aku bahkan tak menyangka aku sekuat ini

Ayah
Desember datang lagi
Ia akan terus datang hingga aku bertemu denganmu
entah kapan

Ayah ini Desember dan aku merindukanmu
Selalu ayah :(

Sabtu, 05 Desember 2015

Run

jhg.jpg (300×300)

Sejauh apa pun berlari tetap kan kembali
Sejauh apa pun menghindar tetap akan terkenang
Lagi siluet biru dalam dekapan membayang
Tersenyum bahagia menatap masa depan
Lalu aku?

Ada anak kecil disana
Membayangi langkah gerak-gerik tawa
Ada senyum teduh di ujung dapur
Bersiap menghidangkan cinta nan subur

Masih disini, menghapus debar-debar
Menghujam kuat-kuat getar
Lelah sudah berlari, lelah sudah berpaling
Lelah sudah berusaha berlabuh
Namun tak jua dapat berteduh

Waktu semakin dekat, dimana tak bisa lagi menghindar
Terpaksa dan dipaksa menatap sakit itu
Mendekap rindu yang meggebu, tapi untuk siapa?