Minggu, 31 Maret 2024

1.1.a.9 Aksi Nyata - Penerapan Modul 1.1

 JURNAL REFLEKSI PENERAPAN MODUL 1.1


Halo bapak/ibu hebat semuanya, semoga sehat selalu. Pada kesempatan kali ini saya ingin bercerita tentang perubahan diri saya setelah mengikuti pembelajaran modul 1.1 Pendidikan Guru Penggerak

Perasaan selama melakukan perubahan di kelas

Saya merasa senang dan sedih selama melakukan perubahan di kelas. Saya senang karena akhirnya saya mengerti bagaimana cara memperlakukan siswa dengan baik. Saya juga sedih mengingat perlakuan saya kepada siswa sebelumnya. Awalnya saya mengira saya sudah melakukan pembelajaran dengan baik sebagai seorang guru. Saya sudah mulai menerapkan pembelajaran berpusat pada murid dengan sering melakukan kegiatan di kelas yang menuntut pasrtisipasi aktif murid. Dengan begitu saya merasa sudah menjadi guru yang baik. 

Setelah mempelajari modul 1.1. akhirnya saya menyadari bahwa pembelajaran yang saya lakukan belum sepenuhnya berpihak pada murid. Saya memang menuntut siswa aktif, tetapi saya tidak menyadari bahwa saya sebenarnya sedang memaksa siswa untuk melakukan kegiatan yang saya inginkan. Saya akan marah jika siswa tidak melakukannya dengan benar. Saya menghakimi siswa sebagai siswa yang malas atau tidak memiliki kecerdasan ketika tugas yang saya berikan tidak tuntas. Tak jarang saya memberikan hukuman sebagai sanksi atas keadaan siswa tersebut.

Melalui filosofi KI Hajar Dewantara, akhirnya saya menyadari bahwa benih yang saya rawat ini berbeda-beda. Saya harus lebih jeli memandang benih-benih itu dan belajar merawat sesuai karakternya. Bisa jadi siswa yang tidak mampu menjawab soal saya bukan karena tidak pintar, tetapi saya mendidik dengan cara yang salah. Harusnya saya menghamba pada siswa saya, bukan malah menghakimi dan menghukum siswa, harusnya saya menuntut bukan menuntut.

Ide atau gagasan yang timbul sepanjang proses perubahan

Berbagai ide dan gagasan muncul selama saya mengikuti pembelajaran sebagai calon guru penggerak. Ide dan gagasan yang paling dominan adalah mengenai proses perbaikan atas kesalahan saya di masa lalu. Saya menemukan ide bagaimana melaksanakan pembelajaran yang berpihak pada murid, misalnya bagaimana saya harus melakukan asesmen diagnostik untuk mengenali siswa lebih dalam. Bagaimana merancang dan menerapkan pembelajaran berdiferensiasi dan bagaimana saya bisa menjalin kerjasama dan kolaborasi dengan semua pihak agar pembelajaran dapat terlaksana dengan baik seperti berkolaborasi dengan orangtua, masyarakat sekitar, dsb. Ide mengenai memasukkan kearifan lokal kebudayaan dalam pembelajaran juga muncul karena pembelajaran sejatinya adalah tempah tumbuhnya benih kebudayaan.

Pembelajaran dan pengalaman dalam bentuk catatan praktik baik 

Untuk kegiatan praktik baik pembelajaran setelah dua minggu mempelajari modul 1.1. belum dapat saya lakukan secara langsung karena sekolah masih libur ramadhan. Praktik baik akan saya lakukan ketika pembelajaran di kelas kembali berjalan, yakni di pertengahan bulan April. Meski belum melaksanakan praktik baik, saya sangat optimis akan melaksanakan pembelajaran berdasarkan filosofi Ki Hajar Dewantara.  guru dan murid yang terlibat dalam proses perubahan yang Anda lakukan. 

Foto bercerita’ dari seluruh rangkaian pelaksanaan (perencanaan, penerapan dan refleksi) aksi Anda. 

Berhubung aksinya belum dapat saya lakukan seperti yang saya jelaskan sebelumnya, maka pada kesempatan kali ini saya hanya dapat mengunggah cuplikan video pembelajaran yang saya lakukan sebelumnya.






Jumat, 29 Maret 2024

Refleksi Dwimingguan_Refleksi Modul 1.1

cherish.id
Assalamualaikum sahabat sekalian. Ini adalah Refleksi Dwimingguan saya yang pertama. Pada kesempatan ini saya akan mengajak pembaca sekalian untuk mengikuti perjalanan saya selama dua minggu pada Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 10 Kabupaten Simeulue. Pada kegiatan refleksi kali ini, kita coba menggunakan model refleksi 4F yang dikembangkan oleh Dr. Roger Greenaway. Selamat mengikuti *_*

1. Facts (Peristiwa)
Perjalanan menjadi guru penggerak ini bukanlah langkah yang mudah bagi saya. Ada serangkaian tes yang harus kami jalani untuk dapat menjadi bagian calon guru penggerak, yakni diawali dengan seleksi tahap 1 (CV dan Essay) dilanjutkan dengan seleksi tahap dua (Simulasi Mengajar dan Wawancara). Alhamdulillah Allah memberikan kesempatan kepada diri saya untuk kembali menimba ilmu dengan meluluskan saya dari kedua tahap seleksi tersebut. Alur perjalanan belajar pun dimulai.
Pembukaan PGP Angkatan 10

Pada tanggal 15 Maret 2015 kami diundang untuk menghadiri Pembukaan Diklat PGP Angkatan 10 di Aula Dinas Pendidikan Kabupaten Simeulue. Kegiatan yang berlangsung adalah mengikuti seremonial pembukaan yang dilakukan secara daring oleh Kemendikbud yang dirangkai dengan arahan oleh Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Simeulue. Kegiatan dilanjutkan dengan briefing yang dipandu para para pengajar praktik. Siang harinya, kegiatan dilanjutkan dengan mengikuti Pembukaan dan Orientasi PGP di wilayah Aceh oleh BGP Aceh secara daring. Seremoni awal ini menjadi pemantik semangat saya untuk melanjutkan pendidikan ini hingga tuntas, insyaAllah

www.gurusumedang.com
Pembelajaran Modul 1.1
Kegiatan pembelajaran Modul 1.1 diawali dengan pretest yang dilaksanakan pada tanggal 16 Maret 2024. Sebelumnya oleh panitia penyelenggara kami sudah dibagi kedalam beberapa tim yang dipandu oleh masing-masing satu fasilitator. Alhamdulillah, kami mendapatkan fasilitator yang sangat humble bernama bapak Muali Arifin Azis. Beliau sangat aktif dalam setiap diskusi, memberikan petunjuk-petunjuk yang mudah kami pahami sehingga Alhamdulillah perjalanan modul 1 ini terasa ringan bagi kami berkat bantuan pak fasilitator. Selain beliau, kami juga didampingi oleh seorang pengajar praktik. Saya mendapatkan pengajar praktik yang baik dan cantik bernama Bu Herliyanti. Bu Herli ini orangnya juga ramah dan sering mengingatkan kami akan tugas-tugas yang harus kami kerjakan. Ternyata benar pepatah mengatakan Padi itu semakin berisi, semakin menunduk, demikian juga kedua orang ini, Pak Fasil dan Bu PP yang saya yakin memiliki ilmu yang lebih dari kami tetapi sangat ramah dan sabar menghadapi kami. Semoga kedua ini diberikan kesehatan dan keselamatan oleh Allah dalam menjalankan tugasnya. 


Kembali ke Pembelajaran, awalnya saya lumayan terkejut melihat jadwal kegiatan yang lumayan padat. Apalagi aktivitas yang dilakukan lebih banyak secara virtual melalui gmeet. Alur pembelajaran yang kami lakukan adalah MERDEKA yakni akronim dari Mulai dari Diri, Eksplorasi Konsep, Ruang Kolaborasi, Demonstrasi Kontekstual, Elaborasi Pemahaman, Koneksi antar Materi, dan Aksi Nyata. Semua kegiatan tersebut dilaksanakan melalui LMS. Kegiatan-kegiatan itu saling berkaitan dan ketika dijalankan ternyata tidak semenyeramkan yang saya bayangkan karena seperti yang saya katakan sebelumnya, semua kegiatan itu dipandu oleh fasil dan PP dengan baik. 

Pada kegiatan pembelajaran tersebut saya banyak mendapatkan ilmu baru mengenai sosok Ki Hajar Dewantara dan relevansi pemikirannya terhadap dunia pendidikan. Pandangan saya terbuka mengenai bagaimana seharusnya pendidikan kita laksanakan. Pak Iwan Syahril dalam sebuah video juga menyampaikan bahwa inti filosofi KHD tersebut adalah perubahan. Beliau menganalogikan pendidikan itu seperti tata surya, tidak berhenti dari waktu ke waktu, bergerak sesuai kodrat alam dan kodrat zaman. Planet yang beragam dalam tata surya sama seperti peserta didik yang berbeda-beda, tetapi semuanya memiliki keistimewaan. KHD mengibaratkan seorang pendidik seperti petani, dapat merawat dan menuntun siswa untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Namun petani, tidak dapat mengubah kodrat tanaman tersebut. 

Lokakarya Orientasi

Selain pembelajaran secara Daring, kami juga melaksanakan pembelajaran secara luring melalui Lokakarya Orientasi. Sebagai pengalaman baru, kegiatan lokakarya ini tentu sangat mendebarkan. Rasanya tak sabar pagi tiba bahkan setelah sahur mata ini tak lagi terpejam, menunggu subuh dan bersiap untuk ke lokasi kegiatan. Sesampai di lokasi yakni di Aula Cabang Dinas Pendidikan Provinsi Aceh. Disana saya bertemu dengan rekan-rekan sesama CGP, para kepala sekolah, dan pengawas. 

Pagi hari kami mengikuti seremoni pembukaan dan mendengarkan arahan-arahan dari Kacabdin serta Perwakilan Pengajar Praktik. Kegiatan dilanjutkan dengan orientasi pemahaman hingga sore. Banyak hal yang kami pelajari hari ini termasuk mengevaluasi diri kami sendiri, sebenarnya saat ini kami guru yang bagaimana. Kami belajar menceritakan diri sendiri melalui permainan simbol diri serta berbagai games seru lainnya. kami berdiskusi, bermain, menyusun yel-yel dan tentu saja semua itu bagian dari perkenalan di antara kami sesama CGP dan menjalin hubungan yang lebih akrab dengan para PP. Seru sekali kegiatan lokakarya orientasi ini. Sekali lagi, saya bersyukur menjadi bagian dari CGP ini.

Aktivitas pembelajaran modul satu terus bergulir, hingga akhirnya kami tiba di masa elaborasi pemahaman. Kami bergabung dengan CGP lain dari wilayah Aceh Singkil. Kegiatan tersebut dipandu oleh instruktur pak Suwardi. Nama bapak itu semakin mengingatkan kami kepada sosok Ki Hajar Dewantara yang juga memiliki nama asli Soewardi, yakni Raden Mas Soewardi Soerjaningrat. Di tahap elaborasi ini, Pak Instruktur menebalkan pemahaman kami akan pembelajaran berdasarkan filosofi KHD. Banyak ilmu yang kami dapat dari Pak Instruktur. Demikianlah pembelajaran terus berlangsung, kami berusaha membuat koneksi antar materi, menulis refleksi, hingga menyelesaikan tulisan saya ini, yang merupakan salah satu tugas wajib sebagai bagian dari proses pembelajaran. 

2. Feelings (Perasaan)
Berbicara soal perasaan, ada banyak hal yang saya rasakan. Saya merasa bahagia karena menjadi bagian dari CGP yang berarti bertambahnya pengalaman, ilmu, dan rekan baru. Saya merasa antusias karena rasa penasaran yang begitu besar akan program ini. Saya juga merasa khawatir dan cemas jika tidak bisa menyelesaikan program ini dengan baik. Saya merasa lebih disiplin karena terus menerus belajar sesuai jadwal dan selalu diingatkan akan waktu penyelesaian tugas sehingga setiap waktu rasanya sangat berharga. Terkadang saya juga merasa deg-degan jika tiba-tiba jaringan memburuk atau listrik padam karena pembelajaran ini sangat bergantung pada listrik dan jaringan. Campur aduk perasaan yang saya rasakan, tetapi semuanya didasari karena rasa bahagia ingin melaksanakan program ini dengan sebaik-baiknya. 

hellosehat.com
Selain perasaan di atas, saya juga memiliki perasaan sedih dan bahagia setelah mengikuti pembelajaran modul 1.1 ini. Saya sedih mengenang apa yang sudah saya lakukan kepada siswa saya dulu. Saya bahagia karena kini sedikit lebih paham akan bagaimana menerapkan proses pembelajaran yang berpusat pada murid. Saya bertekad akan mengubah pola pikir dan sikap saya yang salah kepada siswa. Saya akan menghamba pada siswa, menuntun mereka sebaik-baiknya hingga mencapai keselamatan dan kebahagian setinggi-tingginya sesuai bakat dan minat mereka. Semoga Allah mengabulkan harapan ini.

3. Findings (Pembelajaran)
Dari serangkaian kisah perjalanan tadi saya mendapatkan banyak pembelajaran terutama mengenai bagaimana sebaiknya kita bersikap kepada siswa. Siswa adalah makhluk istimewa, spesial anugrah dari Allah. Mereka bukanlah kertas kosong yang bisa kita corat-coret sesuka hati kita. Mereka sudah punya garis-garis tersendiri. Tugas guru hanyalah menebalkan atau menyamarkan garis itu. Saya juga belajar bagaimana memasukkan kebudayaan dalam pembelajaran karena keduanya saling berkaitan. Begitu banyak nilai-nilai luhur bangsa ini yang bisa disampaikan melalu tari-tarian, adat-istiadat, bahkan permainan yang dapat menumbuhkan karakter baik siswa. Selama pembelajaran ini saya juga belajar bagaimana berkolaborasi dengan sesama rekan sejawat, bagaimana bersikap disiplin, berani, kritis, dan mengasah kemampuan diri. saya belajar banyak hal yang lagi-lagi sangat saya syukuri.

4. Future (Penerapan)


https://depositphotos.com/


Setelah proses pembelajaran di modul 1.1 ini saya sudah membayangkan apa yang akan saya lakukan nantinya. Hal-hal apa yang harus saya perbaiki. Semua refleksi ini akan saya jadikan sebagai acuan pembelajaran saya di kelas. Saya akan lebih sabar dan telaten dalam membina siswa. Saya akan memberikan kemerdekaan kepada siswa untuk menunjukkan kreativitas mereka. Saya akan belajar mengenali siswa saya lebih dekat agar saya tahu bagaimana cara yang tepat untuk menuntun mereka. Saya akan berusaha menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan bagi siswa dan tentu saja saya akan membawa kebudayaan daerah Simeulue dalam pembelajaran di sekolah. Saya juga akan menyebarkan pengalaman ini kepada rekan-rekan saya dengan harapan agar kualitas pembelajaran menjadi lebih baik. Semoga Allah meridhoi, memberikan kesehatan dan kekuatan untuk dapat menjalankan semua niat baik ini. Amin ya Allah. 

Demikianlah refleksi dwimingguan ini, tentu saja masih banyak kekurangannya disana-sini. Saya sangat senang jika para pembaca budiman memberikan saran dan masukan agar jurnal selanjutnya dapat lebih baik. Terima kasih sahabat sekalian, salam dan bahagia selalu. 

Selasa, 26 Maret 2024

1.1.a.8 KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 1.1 - REFLEKSI TERHADAP FILOSOFI KI HAJAR DEWANTARA-

www.ilmusantri.net

Perjalanan menyelami modul 1.1 "Refleksi Filosofis Pendidikan Nasional-Ki Hajar Dewantara" telah mengantarkan saya pada sebuah pemahaman bahwa, pusat dari pembelajaran itu adalah murid. Kita adalah tangan yang membantu murid tersebut tumbuh sesuai dengan qodratnya dan memberikan sebaik-baiknya pemeliharaan. Pada kesempatan ini saya akan kembali menceritakan bagaimana filosofi Ki Hajar Dewantara memberikan perubahan pada diri saya. 

Sebelum mengenal filosofi ini saya percaya bahwa anak dapat saya didik dengan cara yang sama. Saya menganggap mereka memiliki kemampuan memahami pelajaran yang sama, yang membedakan mereka hanyalah  'usaha' yang mereka lakukan. Jika anak tidak dapat mengerti penjelasan saya, saya menganggap mereka malas dan tidak mau berusaha. 


www.depoedu.com
Tak jarang saya marah karena ketidakmampuan mereka dan membandingkannya dengan rekannya yang lain yang bisa mengerjakan tugas yang saya berikan dengan baik. Saya juga tidak pernah memberikan peluang kepada anak untuk mengerjakan tugas dengan cara yang berbeda, jika saya menyuruh siswa bercerita melalui tulisan, maka mereka semua harus menulis, tidak boleh ada yang bercerita melalui gambar, suara, atau bahkan melalui video. Saya menganggap itu tidak mengikuti aturan tugas yang saya berikan. Betapa sedihnya saya saat ini jika mengingat keadaan di kelas saat itu. 
 





Dalam modul 1.1. diceritakan bagaimana kisah perjalanan pendidikan Indonesia yang mengantarkan kita menuju pendidikan yang dapat dinikmati oleh setiap orang pada saat ini. Dulunya, pendidikan pada zaman kolonial hanyalah diberikan kepada orang-orang tertentu seperti calon pegawai atau kepada orang-orang yang bekerja pada pemerintahan kolonilal. Pendidikan yang diberikan pun hanyalah sekedar pengetahuan membaca, menulis, berhitung seperlunya yang berguna bagi pemerintah kolonial. Hingga akhirnya lahirlah Taman Siswa yang digagas oleh Ki Hajar Dewantara, Douwes dekker, dan Cipto Mangunkusumo. Berkali-kali Ki Hajar Dewantara dan rekan-rekannya diasingkan kerena dianggap pemikirannya membahayakan pemerintah kolonial. Namun usaha dan keyakinan semakin memperkuat berdirinya taman siswa yang benar-benar merakyat. 

Ki Hajar Dewantara dalam beberapa tulisannya mengatakan bahwa pendidikan dan pengajaran adalah dua hal yang berbeda. Pengajaran adalah memberi ilmu yang bermanfaat kepada anak didik sedangkan pendidikan adalah menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Perlu diingat bahwa pendidikan adalah 'tuntunan'. Itu artinya, kita hanya dapat menuntun kehidupan anak namun bagaimana qodrat pertumbuhannya di luar kemampuan kita. Ki Hajar Dewantara menganalogikan pendidik bagaikan seorang petani yang menanam padi. Petani hanya dapat menuntun tumbuhnya padi dengan memperbaiki kondisi tanah, memberikan pupuk dan memelihara tanaman, serta menjauhkannya dari hama. Namun, petani tidak dapat mengubah qodrat tanaman padi menjadi tamanan jagung. Demikianlah anak-anak memiliki qodratnya masing-masing. 

Filosofis itulah yang membuka mata saya tentang anak didik saya. Akhirnya saya menyadari bahwa anak itu berbeda, tidak hanya fisik tetapi juga psikisnya. Saya memahami mengapa kecepatan mereka menangkap pelajaran berbeda, mengapa mereka tidak maksimal dalam belajar, ternyata karena saya memperlakukan mereka semua sama. Padahal perlakuan kepada setiap benih harus berbeda, sesuai dengan jenis benih yang kita tanam. Kini saya mulai memandang anak didik saya dengan cara yang berbeda, saya tidak lagi marah jika mereka tidak bisa, saya harus mencari jalan agar pemahaman tersebut sampai kepada mereka., baik melalui gerakan, suara, gambar, nyayian, bahkan permainan. 

Selain hal di atas, melalui modul ini saya pun juga akhirnya bahwa pendidikan juga merupakan persemaian benih kebudayaan. Dalam konteks sosiokultural, sebagai manusia berbudaya kita hidup di tengah masyarakat yang memiliki kebiasaan-kebiasaan, aturan-aturan, dan norma-norma. 



Setiap daerah punya ciri khas dan adat istiadatnya masing-masing. Hal itulah yang seharusnya kita bawa dalam pembelajaran agar siswa tidak melupakan budaya yang sudah semakin tergerus oleh arus perkembangan zaman. Nilai-nilai luhur kebudayan mengandung banyak pesan-pesan moral yang dapat membantu pertumbuhan karakter siswa menjadi sosok berbudi pekerti luhur. Permainan-permainan tradisional juga dapat membantu siswa mengasah nilai-nilai moral. Oleh karena itu setelah mempelajari filosofi pemikiran Ki Hajar Dewantara ini saya akan melakukan perubahan dalam kelas saya. Saya akan mengajarkan mereka bagaimana kearifan lokal budaya Simeulue yang kaya akan adat dan istiadat. Semoga apa yang sudah saya pelajari benar-benar dapat saya implementasikan dalam pembelajaran di kelas. 

Minggu, 17 Maret 2024

1.1.a.3 Modul 1.1- Mulai Dari Diri-Konsep Pemikiran Ki Hajar Dewantara, Antara Harapan & Kenyataan

Sebuah refleksi kritis oleh Rini Susanti Gulo, S.Pd.


Ki Hajar Dewantara (KHD) adalah sosok yang memiliki pemikiran cemerlang terhadap pendidikan. Salah satu buah pemikirannya yang cukup terkenal adalah Ingarso Sung Tulada, Ing Madya Mangun Karsa, dan Tut Wuri Handayani. Slogan ini bermakna bahwa seorang pendidik harus dapat menjadi teladan, memberi semangat, dan memberikan dorongan kepada murid. 

Ki Hajar Dewantara melalui konsep pemikirannya menginginkan pendidikan yang mampu membangun manusia berkarakter, mempunyai tingkat intelektual yang baik, dan mempunyai moralitas yang tinggi Sejauh ini jika melihat keadaan pendidikan baik di tingkat nasional maupun secara khusus di SMPN 6 Teupah Selatan, konsep ini hampir saja luntur. Siswa saat ini terutama dari segi akhlak dan perilaku jauh sekali dari norma-norma kesopanan, budi pekerti yang luhur seperti yang diharapkan oleh Ki Hajar Dewantara. 

Pendidikan di Indonesia menurut saya mengalami kemerosotan moral yang drastis. Hal ini terbukti dari karakter siswa yang mudah sekali terpengaruh dengan budaya-budaya luar baik dari segi berpakaian, cara bersikap, bertutur kata, dan tentu saja perbuatan. Tidak jarang kita mendengar kasus penganiayaan, pemerkosaan, pembunuhan yang dilakukan oleh anak yang masih dalam pendidikan sekolah. Tentu hal ini adalah cerminan bagaimana pembentukan karakter siswa belum berhasil. Salah satu faktor penyebabnya menurut saya adalah karena sekolah belum menjalankan konsep pemikiran KHD secara utuh. 

Di tengah gempuran kemajuan teknologi dimana siswa dapat mengakses berbagai informasi secara bebas, tentu saja hal ini bukanlah tugas yang mudah. Siswa saat ini disuguhi dengan berbagai tontonan, bahan bacaan, referensi yang tidak sepenuhnya benar. Belum lagi mereka dapat bergaul dengan bebas dengan siapapun, dari manapun di seluruh dunia melalui media sosial. Tentu saja dalam prosesnya terjadi transfer budaya dan nilai-nilai yang tidak sepenuhnya sesuai dengan nilai luhur bangsa kita. Hal ini menjadi tantangan besar bagaimana guru dapat beradaptasi dengan perkembangan itu. Saya pribadi juga merasa belum sepenuhnya melaksanakan konsep pemikiran KHD dengan baik. Saya bahkan belum memahami secara mendetil apakah yang saya lakukan saat ini sudah benar atau bagaimana dan apa yang seharusnya saya lakukan sebagai guru agar mampu menciptakan siswa yang berkarakter, bermoral, dan berintelektual sesuai dengan harapan pendidikan kita. 

Saya menyadari bahwa terkadang saya masih menuntut siswa untuk mencapai hasil pembelajaran yang maksimal tanpa memberikan tauladan dan dorongan yang baik. Saya belum menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan, sesekali masih melakukan proses pendidikan yang monoton, dan belum memberikan ruang kebebasan untuk berpikir kritis bagi peserta didik. Saya berharap melalui modul ini, saya dapat belajar lebih banyak mengenai konsep pemikiran KHD, tidak hanya secara teoretis, tetapi juga dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari sebagai pendidik. Saya ingin melihat adanya perubahan sikap, prilaku, dan semangat siswa ke arah yang lebih baik melalui penerapan konsep KHD ini. Saya juga berharap dalam modul ini ada kegiatan yang secara rinci memberikan contoh penerapan konsep KHD, materi yang dapat membangkitkan semangat sebagai guru, dan bermanfaat untuk mengubah pola pikir dan prilaku saya dalam mendidik siswa ke arah yang lebih baik, menjadi pribadi yang kehadirannya ditunggu dan dirindukan, pribadi yang dapat membawa kebaikan dan pencerahan dimana pun berada.